Kail Tajam, Aroma Umpan, dan Tangkapan Besar di Lubuk Dalam

 DAMHURI MUHAMMAD 



Dapatkah keterampilan mengarang cerita diajarkan? Atau bisakah kepandaian mengarang diperoleh dengan cara mengikuti berbagai kursus menulis yang kerap diiklankan di laman-lama media sosial? Bahkan lembaga pendidikan sekaliber fakultas sastra pun tak dapat menjamin bahwa kelak para alumnusnya akan memiliki kompetensi sebagai penulis cerita profesional. Setidaknya demikianlah keraguan yang melanda saya dan kawan-kawan pekerja sastra sebelum kami memberanikan diri untuk menggelar kegiatan pengisi waktu luang di masa work from home (WFH) yang akhirnya kami namai dengan Kelas Fiksi Daring alias Kelas Pelatihan Menulis Cerita berdurasi lebih kurang 10 kali tatap muka via aplikasi video-conference. "Ibarat kegemaran memancing di sungai besar, kita tak perlu menjanjikan ikan besar, tapi cukup dengan memastikan semua peminat akan mendapat kail yang tajam, berikut rahasia tentang cara mengaitkan umpan di kail itu, hingga tersedia peluang untuk mendapatkan ikan besar," begitu saya meyakinkan kawan-kawan yang tampak masih ragu untuk bersedia sebagai instruktur kursus mengarang cerita yang sedang kami gagas itu. 




Demikianlah kiranya, dan tak terasa, sejak Juli 2019 hingga Desember 2020, kami sudah menuntaskan 3 angkatan Kelas Fiksi Daring level dasar dengan jumlah peserta lebih kurang 30 orang setiap kelas. Buku antologi cerita bertajuk ANOMALI ini adalah  teks final tugas akhir para peserta Kelas Fiksi Daring angkatan 3, setelah berkali-kali mengalami penyempurnaan dengan penyuntingan secara kolektif, baik dari aspek substansi gagasan maupun eksperimentasi teknik berkisah. Masing-masing peserta, yang menurut saya kini sudah layak disebut "pengarang" membangun konstruksi kisahnya setelah berbagai latihan sejak dari mengembangkan layar imajinasi, mengisi gagasan konseptual ke dalam cerita, membuat komposisi paragraf pembuka, menghadirkan ruang dan waktu dalam cerita, menyusun kronologi, hingga mengeksekusi akhir cerita. Pada laman akun pribadi beberapa peserta, saya sering mengintip ketelatenan dan kesabaran mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas yang terbilang tidak ringan dari Kepala Sekolah, Wina Bojonegoro. Satu tugas belum tuntas, tugas-tugas baru sudah datang lagi, tapi mereka melakukannnya dengan suka ria dan riang gembira, karena sejak mula mereka sudah menyadari bahwa macam-macam simulasi yang diselenggarakan dalam rangka pematangan rencana cerita tak lain adalah latihan-latihan keras yang akan membawa mereka  menuju lahirnya sebuah teks yang subtil dari segi kefasihan berbahasa, kokoh dalam gagasan yang menopang tubuh cerita.

Satu-dua ada yang tampak tak sabar dalam menghadapi berbagai simulasi itu, dan tergesa hendak  segera bercerita, lalu hasilnya akan  di-review oleh para instruktur. Pada Kepala Sekolah, saya pernah mengatakan, kalau bisa, para instruktur agak menahan semangat para peserta yang tampak menggebu-gebu untuk selekasnya mengkhatamkan cerita mereka, karena proses kreatif kepengarangan itu jauh lebih seksi ketimbang hasil akhirnya. Bagi saya, jalan berliku saat merengkuh ide cerita, mengembangkan layar imaji, membangun fondasi gagasan, hingga keriuhan kamar kerja saat jari pengarang menekan tombol huruf demi huruf di permukaan keyboard, adalah peristiwa yang barangkali akan terasa jauh lebih dramatik dari dramaturgi yang terkandung dalam tubuh cerita itu sendiri. Dengan begitu, kami memberikan peluang kepada semua peserta untuk menikmati proses yang kadang-kadang menjengkelkan itu. 

Barangsiapa yang menikmati proses kepengarangan yang menegangkan itu, yang bahkan tak jarang dapat membersitkan keringat dingin  di sekujur tubuh, akan segera menyadari bahwa ketekunan meraih kefasihan dalam bercerita bukan saja bertujuan mengantarkan seorang pembelajar menjadi juru kisah ternama dengan sederet piala di almari ruang tamunya, tetapi juga semacam medium untuk membangun daya tahan kesabaran. Menghimpun rupa-rupa pengalaman baca, termasuk pengalaman faktual yang istimewa sebagai fondasi utama dari cerita yang sedang dikerjakan, mungkin butuh waktu yang tak sebentar, sementara godaan untuk segera menuntaskan cerita terus mendesak, mesti dikendalikan dengan kesabaran, seperti kesabaran seorang pemancing tua yang sudah berhari-hari melepas umpan ke tengah sungai, sementara tangkapan besar belum kunjung diperoleh. Sudah berbilang senja ia memegang juaran di tepi sungai, berhari-hari, berminggu-minggu, bertahun-tahun, tapi umpan  di mata kail tajamnya musnah dan menyerpih digilas arus deras dari hulu saja, sementara ikan besar yang didambakan, tiada kunjung bisa diangkat ke permukaan. Meski begitu, pemancing tua terus menunggu dan menunggu, bahkan hingga bungkuk tubuhnya telah melampaui lengkung mata kailnya sendiri. Demikianlah latihan kesabaran dalam menunggu lahirnya bayi pertama bernama; cerita.  

Kursus mengarang singkat itu kadang-kadang dapat saya amati pula sebagai kursus membuat suku cadang kesabaran, dan ternyata peminatnya bukan orang-orang sembarangan. Rata-rata mereka adalah profesional di bidang masing-masing, mulai dari pengajar (guru dan dosen), jurnalis, praktisi komunikasi, pengusaha, karyawan, bahkan politisi terkemuka. Antusiasme dan kemauan keras mereka, yang saya amati dari tatap muka ke tatap muka, telah memperlihatkan kemajuan yang berarti, sebagaimana tampak pada sejumlah cerita dalam buku ini. Beberapa cerita dalam antologi ini, menurut saya, tidak lagi dapat dipandang sebagai hasil latihan kursus mengarang, tapi karya yang diracik dengan ketelanan tingkat tinggi seorang pengarang profesional.           

ANOMALI sebagai tajuk utama dari buku ini bermula dari sebuah tatap muka yang menantang para peserta untuk menggali sebuah ide yang tidak jamak, tidak biasa, tapi unik dan berbeda dari ide-ide cerita pada umumnya. Instruktur meminta para peserta untuk melampaui yang biasa, dan pada akhirnya akan menjadi keunikan dan keistimewaan dari lalu lalang cerita yang bergentayangan dalam arus kelisanan di dunia maya. Kenapa harus unik dan melampaui kelaziman? Pasalnya sederhana. Hari-hari ini ruang interaksi kita di linimasa sedang dikepung oleh gelombang pengisahan yang jauh lebih dramatik dari cerita paling dramatik sekalipun. Bila yang dihasilkan hanya kisah yang datar-datar saja, atau kisah yang biasa belaka, maka dramaturgi yang sedemikian rupa di dunia maya akan menggulung dan menggilasnya dalam sekejap mata. 

Tantangan itu tentu tak semudah membalik telapak tangan, tak segampang memancing di empang yang ikan-ikan besarnya sudah dilepaskan dan sengaja dibuat lapar lebih dahulu, tapi sesulit menguarkan aroma umpan di kedalaman sungai. Bila salah posisi, umpan bakal terbuang sia-sia. Puncak-puncak cerita mesti digapai dengan latihan lebih keras lagi, ketekunan lebih tahan uji lagi, ketajaman yang lebih terasah lagi. Maka, kepada segenap pengarang dalam Anomali ini, saya hanya ingin mengingatkan, mata kail yang sudah tajam itu, keterampilan meracik umpan itu, jangan dianggurin di sudut dapur saja! Pergilah ke lubuk-lubuk paling dalam, ayunkan juaran, tunggulah dengan segenap kesabaran, karena tangkapan besar tak pernah berenang di permukaan. Perkenankan saya memberi selamat kepada seluruh pengarang dalam buku ini. Selamat merayakan kelahiran cerita untuk  kawan-kawan semua! 

Konon, dulu ada si bisu yang saban malam bermimpi indah, dan ia begitu berhasrat hendak menceritakan mimpi itu pada orang-orang di sekitarnya setiap kali terjaga. Apa daya, lidahnya kelu, pita suaranya bagai terganjal batu, hingga yang bisa ia lakukan hanya melafalkan bahasa yang sukar dicerna, dan tak bisa diselami ceruk kedalaman maknanya. Pelajaran mengarang yang telah kita tempuh bersama-sama, akan membuat kita fasih menceritakan tentang masa-masa terbaik yang tak akan pernah terulang, peristiwa-peristiwa istimewa di mana kita pernah menjadi pelakunya, rindu dan cinta, yang barangkali pernah kita nikmati pada suatu masa, tapi kini telah membeku di kedalaman waktu.  Berceritalah, berbahagialah... 

      

DAMHURI MUHAMMAD
Kolumnis
Instruktur Kursus Mengarang PadMedia   
 

Comments

Popular Posts