Bila Ingin Selamat, Jangan Kasari Emak-emak!
Damhuri Muhammad
Yang tahu masalah
dapur adalah ibu-ibu.Yang paham ekonomi keluarga adalah ibu-ibu. Kesejahteraan
keluarga tak akan terwujud tanpa peran Ibu.
Begitu kutipan kalimat pendek dari Khofifah Indar Parawansa,
yang tertera dalam infografis di salah satu laman media sosial, menjelang
Pilgub Jatim 2018 lalu. Di bagian bawah foto profil Menteri Sosial (2014-2018)
itu termaktub catatan kecil yang menjelaskan bahwa kutipan itu diolah dari
pidato Khofifah dalam peringatan Harlah Muslimat NU ke-72 di Blitar
(31/3/2018).
Bagi saya, kalimat
pendek yang sengaja digunakan oleh tim sosialisasi Khofifah sebagai Cagub
Jatim, adalah semacam kesadaran tentang pentingnya suara emak-emak di medan
politik jaman now. Kesan yang muncul
saat mengamati infografis itu adalah pengakuan bahwa dalam setiap keluarga--sebagai
unit terkecil dalam kehidupan kewargaan--ibu
adalah figur paling berpengaruh. Bila harga sembako melonjak naik, yang repot emak-emak.
Bila biaya berobat mahal, yang susah emak-emak. Bila tagihan listrik melejit
tinggi, yang pusing juga emak-emak. Demikian kira-kira pengandaian
sederhananya.
Data KPU Provinsi Jawa Timur, April 2018 mencatat,
dari 30.155.719 pemilih yang masuk Daftar Pemilih
Tetap (DPT) Pilgub Jatim, sebanyak 15.315.352 adalah perempuan. Angka yang
fantastis itulah yang barangkali mendorong tim Khofifah-Emil untuk tak
henti-henti menyapa emak-emak di sepanjang masa kampanye. Di pasar-pasar
tradisional, di desa-desa pusat aktivitas home
industry, di pabrik-pabrik, hingga perkampungan nelayan, Khofifah bersentuhan dengan dunia emak-emak.
Percakapannya tak jauh-jauh dari pendidikan anak, gizi balita, angka kematian ibu melahirkan, hingga ekonomi
keluarga dalam situasi ketimpangan sosial yang mencolok, terutama antara wilayah
perkotaan dan pedesaan di Jawa Timur.
Alhasil, suara emak-emak pun tumpah-ruah untuk
pasangan Khofifah-Emil dengan selisih kemenangan sekitar 6%, di atas pesaingnya
Gus Ipul-Puti Guntur. Seorang Ibu hamil yang meminta Khofifah mengusap-usap
perutnya dengan harapan dapat melahirkan anak pintar seperti sang kandidat, ibu-ibu
lansia yang masih bekerja di pabrik pengolahan tembakau di Jember memeluk
Khofifah dengan tatapan berkaca-kaca, dan sederet cerita tentang perjumpaan
Khofifah dengan emak-emak di seantero Jatim, telah menjadi obrolan panjang di
media menjelang masa pencoblosan Pilgub Jatim 2018. Pendek kata, Khofifah berhasll
merebut hati emak-emak.
Emak-emak adalah emak-emak. Ia boleh saja
anggota Muslimat NU, boleh juga anggota Parpol, atau aktivis penggerak PKK,
tapi urusan yang mereka geluti sehari-hari sama belaka. Tak ada emak-emak yang
tak berurusan dengan kebutuhan sehari-hari, urusan biaya sekolah anak-anak,
urusan biaya berobat, urusan tagihan listrik, dan segala macam perkara yang menyangkut
ekonomi keluarga. Pernah dengar emak-emak pedagang kaki lima yang protes keras
dengan cara memperlihatkan bokong lantaran lapak mereka hendak ditertibkan oleh
Satpol PP? Lalu, ada pula cerita tentang perilaku berkendara emak-emak yang
lazim terdengar dengan istilah sen ke
kanan, beloknya ke kiri? Atau kisah tentang emak-emak yang nekat ngebut di
jalan lintas antarkota antarpropinsi, menyelinap di antara truk-truk gandeng,
tanpa helm dan kelengkapan keamanan berkendara lainnya?
Tentang keberanian dan
militansi emak-emak, saya jadi ingat riwayat ketumbangan kerajaan bisnis Puspo
Wardoyo, pemilik Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo. Hanya dalam hitungan bulan
setelah pengusaha asal Solo itu dinobatkan sebagai Presiden Poligami Indonesia
pada 2003, tak kurang dari 30 restoran yang tersebar di kota-kota besar di
Indonesia rontok satu per satu. “Tiada hari tanpa kampanye poligami,” kata
Puspo, sebagaimana dikutip oleh laporan utama Gatra (No.23, edisi 21 April
2003). Sejak
1999, Puspo yang beristri empat, gencar mengibarkan bendera poligami. Salah
satunya lewat Biro Konsultasi Keluarga Sakinah dan Poligami (BKKSP), yang
menyewa ruangan khusus di hotel bintang lima Lor In di Jalan Adi Sucipto, Solo,
Jawa Tengah. Menurut pengakuan Eko Suryono, Koordinator BKKSP Solo, Setiap
bulan kantornya minimal didatangi 15 ''klien'' untuk konsultasi poligami.
Di kantor itu tersimpan daftar tak kurang dari 100 wanita,
baik janda maupun gadis, yang siap dijadikan istri kedua, ketiga, atau keempat.
Selain di Solo, BKKSP juga memiliki cabang di Yogyakarta, Bandung, Magelang,
Jakarta, Medan, Malang, dan Denpasar. Pada pertengahan 2001, Puspo membentuk
Mapolin alias Masyarakat Poligami Indonesia, dan ia didaulat sebagai ketuanya. Para
kolega menjuluki Puspo sebagai ''Presiden Poligami Indonesia''. Pada masa
ketika Puspo gencar berkampanye tentang poligami, di Bandung ada sebuah stasiun
radio bernama News FM yang secara rutin menggelar acara bertajuk “Puspoligami”
di mana Puspo Wardoyo selalu tampil sebagai narasumber.
Di titik ini, emak-emak mulai bersuara. News FM yang
menyiarkan talkshow “Puspoligami” dicurigai telah disponsori oleh pemilik RM
Ayam Bakar Wong Solo itu pun menjadi sasaran makian. ''Kalau masih jadi sponsor,
kami tak mau dengar radio itu lagi,'' ujar seorang ibu, dengan suara lantang. Puncak
kenekatan Puspo Wardoyo mengampanyekan poligami adalah penyelenggaraan Polygamy
Award 2003. Penjaringan kandidat
dilakukan lewat iklan di sejumlah media
nasional. Para pelaku poligami yang berminat mendapatkan Polygamy Award diminta
menghubungi Sekretariat Mapolin di Solo. Di iklan itu tercantum alamat e-mail
dengan nama nyentrik: presiden_poligami@yahoo.com.
Award akan diberikan kepada laki-laki yang bisa berlaku adil terhadap
istri-istrinya. Lalu istri pertama yang ikhlas ''menyedekahkan'' suaminya untuk
orang lain. Ustadz yang getol menyosialisasikan hukum poligami juga akan
dianugerahi penghargaan. Protes
emak-emak muncul di mana-mana. Tak tanggung-tanggung, aktivis perempuan NU di
Muktamar NU ke-31 Boyolali, Jawa Tengah, memboikot katering dari RM Ayam Bakar Wong Solo. Protes
keras itu disampaikan langsung oleh Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid.
"Kami sesalkan tindakan panitia yang menghidangkan makanan dari RM Ayam
Bakar Wong Solo, apa maksud panitia tersebut? Bagi kami, ini pelecehan dan
menginjak-injak harkat dan martabat perempuan, karena pemilik restoran itu
pelaku poligami," kata Shinta Nuriyah sebagaimana dilaporkan detik.com
(28/11/2004). Mantan Ibu Negara itu, menilai praktik poligami setara dengan
perbudakan yang juga telah ditentang oleh manusia di seluruh muka bumi.
Sejak itulah protes emak-emak bergulir bagai tiada henti.
Tidak dengan turun ke jalan, tapi cukup dengan cara menyebarluaskan himbauan
untuk tidak lagi mem-booking RM Ayam Bakar Wong Solo di cabang mana pun
dalam acara-acara arisan, perayaan, selamatan, hingga ulangtahunan. Bagi
emak-emak yang berprofesi sebagai pegawai kantoran, mereka tak henti-henti
berkampanye guna memboikot semua produk restoran milik Presiden Poligami
Indonesia itu. Alhasil, dalam waktu tak lebih dari 1 tahun, hampir semua cabang
RM Ayam Bakar Wong Solo sepi pengunjung, dan kini usaha yang dulu menopang
kegemilangan kerajaan bisnis Puspo Wardoyo tinggal puing-puing dan nyaris tak
bangkit lagi. Begitulah akibatnya kalau perasaan emak-emak dilukai.
Nestapa yang melanda mubaligh kondang Abdullah
Gymnastiar atau Aa Gym setali tiang uang dengan redupnya
kejumawaan bisnis Puspo Wardoyo. Sejak tersiar kabar tentang pernikahan
keduanya pada 2016 lalu, da’i dengan jutaan jamaah yang dikenal banyak
berceramah tentang kiat-kiat menggapai kehidupan keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah itu, juga
menjadi sasaran protes emak-emak. Popularitas Aa’ Gym terdistorsi tajam. Jadwal
tayangnya di televisi tiba-tiba raib. Sebagaimana dilaporkan liputan6.com
(16/10/2016), omset bisnis Aa Gym menurun
drastis setelah ia memaklumatkan pilihan berpoligami. Pada 2007, aktivitas
kunjungan ke Pondok Pesantren Daarut Tauhid berkurang hingga 70%. Aa Gym disebut-sebut melakukan pengurangan
karyawan. Menurut laporan, sekitar 40% dari karyawannya dirumahkan.
Sekali lagi, begitulah kalau
hati emak-emak sudah tercabik-cabik. Akan sukar dibendung bila emak-emak sudah
bertindak. Di medan kontestasi politik, kalkulasi-kalkulasi hasil survei
tentang preferensi pemilih perempuan bisa buyar seketika jika sewaktu-waktu
muncul “badai” yang memicu perubahan sikap emak-emak. Video-video pendek yang
menggambarkan perilaku kasar aparat negara terhadap inisiator tagar
#2019GantiPresiden, Neno Warisman, yang bergentayangan di laman media sosial
sejak 25 Agustus 2018 lalu, tampaknya tak bisa lagi dipandang remeh. Baik
bentakan kasar maupun sentuhan-sentuhan fisik yang tak hanya diterima oleh
Neno, tapi juga emak-emak pengusung spanduk #2019GantiPresiden lainnya di
beberapa kota, sangat berpotensi menyisakan goresan luka di hati emak-emak.
Dalam statistik hasil pantauan udara lembaga riset berbasis Social Network
Analysis (SNA), Astramaya, sejak 25-31 Agustus 2018, volume perbincangan yang
mengandung kata kunci “Neno Warisman” di platform
media daring dan media sosial telah mencapai angka 291.695, mengungguli
volume perbincangan tagar #2019TetapJokowi, yang hanya berada di angka 66.013.
Tingginya volume
perbincangan itu disumbang banyak oleh isu keterlibatan aparat negara dalam
operasi pemulangan paksa Neno Warisman dari Pekanbaru (Riau) ke Jakarta. Arah
perbincangan bukan lagi pada deklarasi-deklarasi #2019GantiPresiden yang oleh
sebagian pihak dianggap mengandung bahaya perpecahan itu, tapi lebih pada
pertanyaan kenapa aparat negara begitu kasar pada seorang emak-emak? Masa’ untuk mengamankan satu orang
emak-emak saja sampai-sampai BIN harus terlibat? Percakapan yang kini masih
terus bergulir cenderung membuat contrasting
tajam antara aparat negara melawan emak-emak, dengan trend yang terus meningkat dalam seminggu terakhir.
Sebagai salah satu
inisiator #2019GantiPresiden, boleh jadi Neno membawa kepentingan politik
tertentu, namun yang tak mungkin dibantah, bahwa Neno adalah seorang emak-emak, yang
tak jauh dari urusan keseharian emak-emak pada umumnya. Bila perasaan Neno
terlukai, atau bila Neno terus dibuat kecewa, maka puluhan juta emak-emak yang
suaranya mungkin sedang terwakili oleh suara Neno, besar kemungkinan juga akan
terlukai. Kalau itu benar-benar terjadi, maka yang bisa saya kenang hanyalah
nasib buruk yang telah menimpa Presiden Poligami Indonesia…
Damhuri Muhammad
kolumnis
Comments