Mariam Mengasah Pisau



Mata Pisau di Lapisan Amarah, karya Aidil Usman
Acrylic on Paper.A3. 2020


Bertahun-tahun batu asahan itu digasak sebilah pisau. "Sudah tipis tubuhku karena digilas terus, tapi yang dapat nama hanya si Tukang Jagal itu?" katanya. "Jangan baper ah. Tanpa menggilasmu, aku tak berguna," bujuk pisau. Percakapan itu terdengar oleh Mariam Jamilah, istri Tukang Jagal. Ia yang selalu menyiapkan rupa-rupa perkakas, sebelum suaminya menjagal. Termasuk mengasah pisau dengan batu asahan itu. "Kau hanya menyerahkan tubuhmu, Batu. Sementara aku mewakafkan hidupku untuk suamiku!" kata Mariam. "Wadaw, bos lebih baper lagi," sahut si pisau. "Jangan mentang-mentang kau, Pisau. Gimana nggak baper? Ia lebih membanggakan dirimu ketimbang aku, istrinya." Tukang Jagal bergelimang puji. Termasuk dari ibu muda yang pernah menyaksikan kehandalannya saat menyembelih hewan qurban. "Ajari saya menguliti kulit bahu suami, agar bau wanita terkelupas dari tubuhnya," mohon ibu muda itu suatu hari. Yang terjadi bukan kursus mengiris daging dendeng, tapi latihan asah-mengasah pisau. Jika Mariam mengasah pisau betulan untuk suaminya, di rumah ibu muda itu suaminya mengasah pisau kejantanan. Makin tajam pisau jagalnya, makin gesit pula ia menajamkan pisau pusakanya. "Musnahkan aku, Mariam! Korbankan aku untuk menyelamatkan cintamu!" kata batu asahan. Mariam melunaskannya dengan berkali-kali pukulan martil berkekuatan amarah. Menjelang penyembelihan hewan qurban, Tukang Jagal banjir order. Semuanya ditolak. Pisau sudah jadi besi tua. Batu asahan telah mengorbankan dirinya sebelum Idul Adha tiba.


Damhuri Muhammad

Comments

Popular Posts