Webinar & Webinur




Tak Ada Lagi Pertemuan di Rumah yang Menua itu, karya Aidil Usman
Acrylic on Paper. A3. 2020



Sejak melamar Webinar, ia memendam heran. Sebelum menikah, Webinar pribadi yang riang. Penggemar keramaian. Pegaul kelas berat. Tapi setelah menjadi istrinya, Webinar begitu pendiam. Lemah lembut. Dingin. Lelaki itu beruntung, tapi sekali waktu ia merindukan Webinar yang dulu. Yang hampir semua organ tubuhnya adalah mulut. Hebring. “Mana Webinarku yang heboh itu?” tanya lelaki itu. Istrinya menunduk. Diam. Bagai menganggap heran itu akan dingin sendiri. “Kau berubah jauh!” protesnya lagi. Lelaki bernama Kawakibul itu tak pernah tahu. Istrinya bukan Webinar, tapi Webinur. Bila Tuan pernah melihat Pinang dibelah dua, seperti itulah kemiripan kembar Webinar-Webinur. Memilih dalam keadaan mata terpicing pun, tak akan rugi. Bentuk bibir, lingkar dagu, warna mata, persis. Anggun seperti bulan empatbelas. Lelaki yang mujur melihat keduanya secara bersamaan, akan meleleh air liurnya. Bedanya hanya tabiat. Webinar mudah meraih lelaki yang diinginkannya. Sementara Webinur, perempuan kamar. Kerjanya merawat ibu. Tak punya akun medsos. Jadul tengik. Penyendiri paling juara. Ibu terus menanti lelaki yang bakal melamarnya. Saat Kawakibul datang meminang, Webinurlah pengantinnya. Sebelum hari penting itu Webinar menghilang. Seolah-olah ia meringkus Kawakibul hanya untuk Webinur. Ia relakan kekasihnya untuk Webinur. Bagi Webinar, mencintai adalah menerima rasa sakit karena kehilangan. Kini, Webinur sudah beranak tiga. Webinar tak pernah pulang. Baik sebagai saudara kembar maupun sebagai makelar jodoh. Bila ada peluang pulang, itu nanti. Setelah kekasihnya tua dan cintanya binasa…


Damhuri Muhammad
2020

Comments

Popular Posts