SALIB MERAH PUTIH

 



Sumber:  https://www.instagram.com/p/BxMx7dFB5WP/

IG:  @ericsherart





Ditebangnya 5 batang bambu. Dicacah-cacahnya menjadi beberapa kepingan sebagai pengganti rangka kandang yang sudah lapuk. Sebagai tiang, balok, dan kasau. Tiang-tiang ia cat merah. Balok-balok horisontal ia cat putih. Kasau-kasau ia selang-selingi dengan merah-putih-merah. Tampak depan kandang kambing itu membentuk tanda salib. Tiangnya merah, palangnya putih. Suatu malam, kambing-kambing di kandang itu mengembik tak tentu sebab, lalu orang-orang memeriksanya. "Jawilah telah membaptis kambing-kambingnya. Tengoklah, mereka menolak dikristenkan!" kata Buya Naimin. "Sekarang kambing-kambing itu. Nanti anak-cucu kita ia kristenkan!" sambung Syafrial, si guru ibtidaiyah. Robohkan, robohkan, bakar. Samar-samar suara terdengar dari bilik Nurjawilah. Tak lama berselang, halaman rumah Nurjawilah sudah penuh sesak orang. "Keluar kau, Jawilah! Kau pancangkan salib di kampung ini!" teriak Katib Gembrot, abang kandung Nurjawilah. Dari balik pintu yang separuh terbuka, Nurjawilah menghadang kerumunan. "Salib apa, Katib? Salib apaaaa? Aku hanya merehab kandang. Sendirian. Bahkan tanpa bantuanmu!" balas Jawilah. "Itu salib Kristen! Kau mau memurtadkan kami?" kata Katib Gembrot. Usir Jawilah. Buang dari kampung...Yel-yel menyeruak. Memecah senyap malam. Jawilah bergegas turun. Ditantangnya muka-muka sangar itu. Tampang-tampang pandir itu. "Sejak bila tiang dan balok kandang kambing bisa membuat orang pindah agama? Sejak bilaaaaaaa?" gertak Jawilah. Buya Naimin, Syafrial, dan Katib Gembrot diam. "Di Kampung Cina sana, orang-orang mendengar azan 5 kali sehari. Tapi, mereka tak takut anak-cucu bakal masuk Islam. Paham kalian?"


Damhuri Muhammad

Comments

Popular Posts