Yang Fana adalah Pandemi, Cinta Abadi...



Kota dalam Kepungan Pandemi, karya Aidil Usman
Acrylic on Paper. A3. 2020


Masa itu kota masih semarak dalam pesta. Gemerlap dalam ramai. Lipstik merah dan masker hijau adalah sepasang kekasih dengan cinta yang keras kepala. Lipstik tekun menguas bibir. Tak kuasa membebaskan diri dari bilik mini dalam tas nyonya. Masker hijau bermukim di laci apotek. Yang gemar bergincu, tentu tak sudi pakai masker. Bermusim-musim lamanya, rindu mereka nol perjumpaan. Kini, di bak sampah permukiman pensiunan tentara, dua sejoli itu sama-sama terkapar sebagai rongsokan. Posisinya berhimpitan, bersekutu, melunaskan kangen yang modern. “Seharusnya kita bertemu saat nyonyamu masuk UGD karena darah tinggi!” kata masker hijau. “Jika bukan karena wabah yang mematikan ini, cinta kita akan lapuk bagai kayu digerogoti rayap. Nyonyaku tak butuh bersolek lagi. Kau dibuang Tuanmu, karena hanya perlu untuk sekali pakai!” balas lipstik merah. Begitulah. Pasangan kekasih itu akhirnya berjumpa saat tubuh mereka sudah kadaluarsa. “Bertemu sekali saja, lalu kita membusuk bersama!” kata masker hijau, dengan suara tertahan. “Kekasih. Cinta kita adalah cinta yang paripurna. Pelaminannya, adalah juga kuburannya...”


Damhuri Muhammad

Comments

Popular Posts